'Kulari Ke Pantai' Film Anak Generasi Masa Kini

Poster Film 'Kulari ke Pantai'
Bertepatan dengan liburan sekolah, adik salah seorang teman yang sedang berlibur di Yogyakarta mengajak saya dan teman untuk pergi ke salah satu pusat perbelanjaan di kota Yogyakarta. Memang sudah niat awal kami untuk pergi menonton, tapi sesampainya disana karena antrian yang cukup panjang, kami pun harus bingung dulu untuk menentukan film apa yang akan ditonton. Sampai akhirnya kami memutuskan untuk menonton salah satu film yang tengah ramai diperbincangkan. Film 'Kulari ke Pantai' menjadi pilihan kami hari itu, Rabu (04/07). 

Film besutan Riri Riza dan Mira Lesmana itu  menyuguhkan pemandangan yang berbeda untuk para pegiat film pada umumnya. Film bertemakan liburan keluarga itu juga menampilkan kemasan cerita yang tidak monoton. Saya sih percaya, konon kalau kita ingin mengenal sifat dan sikap seseorang, ada lebih baiknya untuk pergi berlibur atau tinggal bersama. Hal itu juga terjadi dan menjadi kisah dalam film anak 'Kulari ke Pantai'

Cerita dalam film ini berangkat dari hubungan dua sepupu yang sering bersitegang karena perbedaan diri mereka. Samudera Biru atau yang akrab dipanggil Sam diperankan oleh (Maisha Kanna) bocah 10 tahun yang besar di kepulauan Rote Nusa Tenggara Timur, yang begitu sangat mencintai keindahan alam dan mempunyai kegemaran berselancar. Sementara cerita berbeda muncul dari sosok Happy yang diperankan oleh (Lil'li Latisha), sepupu Sam yang tumbuh di Jakarta dan keranjingan dengan media sosial. 

Sam yang sangat menyukai selancar sudah menjadwalkan akan bertemu dengan idolanya di G-land alias pantai Plengkung Banyuwangi Jawa Timur. Turut menghadirkan Kailani Jhonson, atlet selancar air (surfing) yang menjadi idola Sam. Sam ingin mempunyai pengalaman 'road trip' bersama ibunya. Perjalanan dimulai dari Jakarta, karena kebetulan Sam akan berkunjung ke rumah Grandma (Laksmi Notokusumo) bersama Ibu Uci (Marsha Timothy) dan Ayah Irfan (Ibnu Jamil). Road Trip Sam yang akan ditempuh kurang lebih seribu kilometer bersama ibunya itu, dimulai dari Jakarta sampai Banyuwangi, di ujung timur pulau Jawa. 

Hal yang tidak terduga terjadi saat Sam dan Ibu Uci akan memulai perjalanan, salah satu sepupu Sam dianjurkan oleh Mama Happy, Kirana yang diperankan oleh (Karina Suwandi) untuk ikut perjalanan Sam menyusuri kota-kota di pulau Jawa. Alhasil dengan diskusi di meja makan yang cukup unik, yang dilakukan Ayah Irfan dan Ibu Uci, untuk membujuk Sam agar memperbolehan Happy sepupunya itu ikut serta dalam petualangannya. Sam pun menyetujui dengan dalih, Happy tidak boleh menganggu perjalanannya dengan sikap dia yang dianggapnya menyebalkan. 

Dalam film itu tak hanya Sam, Happy sepupunya juga menjadi karakter utama yang digambarkan dengan sosok  anak generasi sekarang. Bocah 12 tahun yang dekat dengan gawai dan teknologi, menyukai hal-hal yang serba instan dan serba-cepat, sehari-hari berbahasa Inggris, mengerti gaya dan mode, berteman dengan teman-teman yang melek media sosial, serta konser musik menjadi life goal-nya. Perjalanan pun dimulai dari Jakarta, singgah makan di sate Cirebon Jawa Barat, menginap satu malam di Temanggung Jawa Tengah, bertemu dengan salah satu keluarga teman Ibu Sam di Pacitan Jawa Timur tepatnya di pantai Watukarung, kemudian dilanjutkan lagi perjalanan ke Blitar Jawa Timur, sampai berakhir di G-land Banyuwangi. Petualangan mereka ditempuh dengan mobil pribadi yang dikendarai oleh Ibu Sam. 

Disetiap perjalanan menuju kepuasan, pasti akan ada cerita didalamnya. 'Kepercayaan' saya akan hal itu pun terjadi dalam film ke empat Riri dan Mira setelah Petualangan Sherina, Untuk Rena, dan Laskar Pelangi itu. Penorehan cerita disetiap perjalanan yang disinggahi Sam dibalut dengan gelak tawa dan pesan moral oleh Riri dan Mira. 

Pesan Moral yang Sampai
Dalam lima menit pertama, saya berhasil dibuat jatuh cinta dengan film karya Riri Riza bersama produser Mira Lesmana. Suguhan cerita yang padat namun tidak membuat sesak pikir penonton. Dalam film yang berdurasi  kurang lebih 120 menit itu, selain menceritakan perjalanan dan petualangan juga menyuguhkan pesan moral bagi generasi masa kini yang sangat berarti. 

Menurut saya, dari segi pola asuh orang tua juga turut disindir oleh Riri dan Mira. Dimana, pada dasarnya setiap orang tua memang memiliki cara asuh yang berbeda untuk anak-anaknya. Dalam film ini terbukti, Mama dan Papa Happy yang notabennya tinggal di Ibukota otomatis menyuguhkan Happy dengan kehidupan yang serba ada. Berbeda dengan orang tua Sam yang tinggal di Rote, mereka mengajarkan Sam untuk menjadi anak yang pemberani dan pantang menyerah. Desain cerita yang digarap Riri Riza, Arie Kiting, Gina S Noer, dan Mira Lesmana ini menunjukkan betapa penting peran dan cara pola asuh orang tua. Apakah membiarkan anaknya selalu menjarah teknologi ataukah menjauhkan anaknya dari teknologi yang serba canggih. 

Sam dilukiskan sebagai anak perempuan yang jarang menggunakan ponsel pintar untuk sekedar berfoto atau update di media sosial pribadi, terbukti ketika tengah dalam perjalanannya, Sam selalu membidik gambar dengan kamera pocket miliknya. Hal tidak senada digambarkan oleh Happy, yang menjadi sorot anak generasi saat ini. Kemanapun perginya selalu membawa ponsel pintar guna update status, berswafoto dan chatting dengan teman. Ada hal lain yang menurut saya juga disodorkan oleh Riri dkk. Melalui film road movie ini, bahasa keseharian juga turut ikut membumbui jalannya cerita. 

Pada suatu waktu, ketika dalam perjalanan menuju tempat tujuan, Sam bertemu dengan Dani yang diperankan oleh (Suku Dani), seorang warga berkebangsaan Amerika tapi sudah lama tinggal di Papua serta memiliki kegemaran berselancar dan jalan-jalan. Bahasa yang digunakan Dani untuk berbicara kepada siapa saja yang dia jumpai tidak merubah aksen dia sebagai orang Papua. Begitupun Sam yang sedari kecil sudah lama tinggal di Rote, bahasa yang dia gunakan dalam dialog mendominasi bahasa orang timur. Namun, hal sebaliknya malah terjadi pada Happy, bahasa Inggris menjadi bahasa sehari-hari dia ketika berbicara dengan orang lain. Dalam hal ini, pendapat pribadi saya tidak masalah dengan penggunaan bahasa Inggris dalam keseharian. Namun yang menjadi masalah adalah ketika anak malah jarang menggunakan bahasa asalnya sendiri untuk berkomunikasi. Sederhananya bahasa menurut saya adalah suatu identitas. 


Berperan sebagai saudara sepupu, Kanna dan Latisha berperan dominan dalam film ini sesuai dengan keleluasaan naskah yang diberikan kepada mereka. Bahkan, konflik yang dirakit oleh Riza dan Mira pun tidak begitu membuat penonton sampai turut geram menyaksikannya, malahan dibuat langsung berfikir bahwasanya permasalahan dalam cerita pasti segera teratasi. 

Sorotan lain yang menarik menurut saya adalah perkara feminis yang kuat. Banyak perempuan yang ditampilkan dengan berbeda karakter pada film Kulari ke Pantai. Memang, yang menjadi sorotan adalah Sam dan Happy. Sam digambarkan anak perempuan yang pemberani, apabila ada yang menganggu dia tak segan untuk melawan bahkan adu jotos. Sedangkan Happy, gradasi anak perempuan yang memiliki sifat feminim. Dalam pemakaian baju mereka sudah dibalut dengan perbedaan yang mencolok. Namun, lagi-lagi penokohan seperti itu yang membuat penonton larut dalam balutan cerita. 

Dalam laman blog pribadi saya ini, ketika menuliskan ulasan singkat seputar film yang pernah saya tonton, tentunya bermula berdasar referensi-referensi bacaan laman internet yang sebelumnya saya baca. Bukan apa-apa, gunanya untuk menambah kalimat apa yang akan saya tulis selanjutnya. Baiklan teman, apabila membaca tulisan saya sampai kalimat ini, saya ingin berterimakasih kepada siapa saja  yang berkenan membaca, semoga ulasan singkat ini bermanfaat. Harapan saya untuk industri film Indonesia, hidup-hidupilah film dengan menonton karya tanah air sendiri. Sekalipun terkadang tidak sesuai dengan ekspetasi kita namun ada pesan dan moral yang terselip didalamnya. 








Komentar

Postingan Populer