Belajar Sambil Bermain di Monumen Pers Nasional Surakarta
“Perjalanan
bukanlah sejarah yang akan terulang kembali, apabila kau tak berniat untuk
menceritakan nanti”
Liburan
semester yang lumayan singkat untuk saya kali ini, setelah kurang lebih dua
minggu menghabiskan waktu liburan dirumah, akhirnya saya memutuskan untuk
kembali ke tempat perantauan lebih awal. Jogja menyimpan banyak cerita katanya,
iya saya pun sepakat dengan itu. Apalagi didukung dengan embel-embel Jogja berhati nyaman, membuat saya mantap melabuhkan
hati untuk menimba ilmu di kota tersebut.
Setengah
jam berlalu, sambil sesekali saya meneguk kopi yang saya pesan beberapa menit
yang lalu, saya memulai untuk menuliskan cerita perjalanan saya mengunjungi
salah satu tempat bersejarah di Indonesia. Ini adalah alasan saya mengakhiri
liburan dirumah. Perjalanan saya dimulai dari stasiun Tugu Yogyakarta. Hanya
dengan merogoh kocek Rp 8.000 tiket kereta api prambanan ekspres (prameks)
sudah siap mengantarkan saya ke tempat tujuan. Tidak sendiri tentunya, saya
ditemani oleh seorang teman yang kebetulan mempunyai tujuan yang sama dengan
saya. Kereta api melaju dengan cepat dan
mengantarkan saya pada tujuan dalam waktu yang cukup singkat, satu setengah jam
kurang lebih.
![]() |
Monumen Pers Nasional terletak di Jl. Gajah Mada No 76, Timuran, Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah. sumber foto dari Internet |
Perjalanan
saya selanjutnya dimulai dari tempat pemberhentian kereta prameks yang saya
tumpangi, di stasiun Balapan Surakarta tepatnya. Penjaga palang pintu keluar
stasiun dengan sopan memberi tahu saya arah-arahan menuju tempat yang ingin
saya kunjungi. 15 menit saya berjalan kaki dan sampailah saya di perempatan
jalan dimana nampak disebelah kanan jalan bangunan besar bertuliskan “Monumen
Pers Nasional”. Tanpa ragu lagi saya melangkahkan kaki kedepan pintu masuk
tempat yang merupakan satu-satunya monument pers di Indonesia tersebut. Saya
dengan teman saya disambut oleh petugas yang mendapat tugas jaga pada hari itu,
beliau dengan ramah menjelaskan apa saja yang harus saya lakukan untuk dapat
masuk ke dalam monumen tersebut.
15
menit berselang akhirnya setelah melewati beberapa prosedur untuk masuk ke
dalam, akhirnya kami pun diperbolehkan untuk berkeliling mengunjungi
tempat-tempat bersejarah tersebut. Saya mengawali untuk masuk di ruang utama,
saya disambut beberapa diorama yang menceritakan perjalanan sejarah pers
Indonesia dari masa penjajahan hingga setelah kemerdekaan, patung pahatan
kepala tokoh-tokoh penting dalam perjuangan pers Indonesia seperti GSSJ
Ratulangi, Djamaludin Adinegoro, sampai Ernest Douwes Dekker menghiasi sisi
kanan dan kiri ruang utama tersebut. Sebuah batu prasasti peresmian Monumen
Pers Nasional yang ditanda tangani oleh Presiden kedua Indonesia, Suharto
tampak diletakkan tepat setelah pintu masuk utama Monumen pers Nasional.
Puas
mengunjungi bagian bawah, saya melanjutkan untuk naik ke lantai dua untuk
mengunjungi arsip-arsip koran yang dikoleksi dari masa ke masa. Tak hanya
benda-benda jurnalistik bersejarah, Monumen Pers itu juga menyediakan sebuah
perpustakaan yang terletak di lantai tiga.
Satu
jam berlalu, sambil menunggu pesanan ojek online saya memutuskan untuk
mengambil gambar dibeberapa spot yang menyuguhkan kekhasannya di Monumen Pers
Nasional tersebut. Salah satunya dilantai dasar tempat penyimpanan benda-beda
kuno seperti koran pertama kali, baju wartawan perang Hendro Subroto, koleksi
kamera dan mesin ketik kuno sampai microfilm pemberian Wakil Presiden Adam
Malik sekitar tahun 1980-an yang terletak disebelah kanan pintu.
Saya
bergegas pergi setelah ojek online yang saya pesan telah sampai. Saya puas
dengan perjalanan saya mengunjungi tempat tersebut. Bagi saya itu adalah sebuah
pengalaman yang tidak ternilai. Walau saya masih belum bisa membagikan kepuasan
saya kepada semua orang, namun saya rasa dengan menceritakan melalui sebuah
tulisan, pengalaman saya sudah sedikit membantu untuk sebuah informasi baru. “Akan
ada cerita saat perjalanan menuju kepuasan”
Komentar