Arsip Berita di Bangunan Tua
Kurang lebih satu pekan yang lalu, usai saya bertemu dengan salah satu narasumber di Hotel Grand Inna Garuda, saya memutuskan singgah ditempat yang konon katanya menyimpan sejarah dalam dunia berita. Sembari menunggu bapak gojek menjemput, dengan kamera yang selalu saya bawa kemana-mana, saya memutuskan masuk ke dalam bangunan kuno berlantai dua yang berada di sepanjang jalan Malioboro Yogyakarta.
Ramainya jalanan Malioboro menutupi bangunan bergaya kuno tersebut. Bagaimana tidak, tentu apabila wisatawan datang ke Jogja dan menyempatkan singgah di Malioboro, pastinya yang dituju adalah pusat oleh-oleh dan perbelanjaan di sepanjang jalannya. Bukan bangunan tua menghadap jalan raya yang terhimpit toko-toko pakaian disana.
Awal mula, saya bertanya dan memperkenalkan diri kepada bapak security yang tengah bertugas pada saat itu. Disambut ramah, saya diantar masuk dan dipertemukan dengan dua orang mahasiswa yang nampaknya sedang menjalankan tugas magang disana. Sesaat kemudian, saya diberikan kunci untuk meletakkan barang bawaan, termasuk tas kecil yang sengaja saya bawa untuk tempat laptop. Sebelum saya memutuskan untuk berjelajah kedalam ruangan satu demi satu, saya diperkenankan untuk menulis buku tamu dan menyimpan kartu tanda penduduk (KTP) guna keperluan keamanan.
Tumpukan arsip koran dari tahun ke tahun |
Alih-alih saya gerakkan hati untuk membaca, saya malah asik menikmati pemandangan yang ada disekitar. Termasuk pemustaka yang saya temui hanya berjumlah tiga orang saja. Batin saya, "tidak apa-apa, justru kalau disini malah fokus buat baca ataupun ngerjain tugas, toh ya tempatnya sepi". Sesaat kemudian saya disambut oleh salah satu anak magang disaat saya sedang memilih buku mana yang cocok untuk saya baca. Berbicara terkait JLC akrab orang menyebutnya, ada sejarah panjang yang tertuang dalam bangunan bergaya kuno tersebut.
Dahulu, Malioboro di masal kolonial telah diriuhkan dengan berbagai kegiatan ekonomi. Malioboro berkembang menjadi kawasan komersil yang ramai dengan keberadaan pemukiman orang Belanda, Arab, dan perkampungan Tionghoa pada masa itu yang letaknya berada dekat dengan Malioboro. Kemudian topangan ekonomi yang semakin berkembang, seperti hotel, pasar, rumah makan dengan sajian beragam variasi makanan dan minuman, apotek, toko pakaian, pun sampai pada keberadaan toko buku yang cukup terkenal saat itu, yaitu N.V Boekhandel en Drukkerij Kolff-Bunning.
Konon, toko percetakan dan penerbitan buku ini membeli tanah di Malioboro untuk digunakan sebagai usaha. Dari beberapa sumber internet yang saya dapat, percetakan dan penerbitan buku itu telah menjadi penyedia buku-buku pendidikan di masa Hindia Belanda. Ada beberapa terbitan yang berhasil diterbitkannya, diantaranya yaitu Almanak yang memuat sebuah cerita tentang Ramawijaya pada tahun 1922. Perusahaan tersebut juga sempat bertahan hingga puluhan tahun, namun sayangnya percetakan dan penerbitan buku tersebut hingga kini sudah tidak ada lagi. Gedung yang digunakan dahulu, sekarang berganti menjadi perpustakaan pengarsipan yang biasa disebut Jogja Library Center yang terletak di Jalan Malioboro No. 175.
Ya, sama halnya seperti perjalanan yang sempat saya lakukan beberapa kali waktu itu. Saya menulisnya untuk dibagikan kepada pembaca yang mungkin membaca tulisan saya kali ini. Karena, setiap perjalanan akan selalu menyimpan kepuasan tersendiri. Sebagai mahasiswa tingkat akhir, saya merecommendasikan tempat untuk nulis skripsi yang jauh dari hiruk pikuk keramaian yaitu disini, di JLC. Sembari menulis, sembari napak tilas tulisan-tulisan usang penuh peluh pejuang para pemburu berita kala itu.
Suasana tempat belajar dan membaca di lantai satu |
Ya, sama halnya seperti perjalanan yang sempat saya lakukan beberapa kali waktu itu. Saya menulisnya untuk dibagikan kepada pembaca yang mungkin membaca tulisan saya kali ini. Karena, setiap perjalanan akan selalu menyimpan kepuasan tersendiri. Sebagai mahasiswa tingkat akhir, saya merecommendasikan tempat untuk nulis skripsi yang jauh dari hiruk pikuk keramaian yaitu disini, di JLC. Sembari menulis, sembari napak tilas tulisan-tulisan usang penuh peluh pejuang para pemburu berita kala itu.
Komentar